Advertisement
Sumber | wwf.id | Editor | SF
![]() |
Foto/ilustrasi
satwa liar/Pixabay-smarko |
Info720-Dompu
| Konferensi Kesehatan
Dunia dibuka hari ini di tengah-tengah kesengsaraan berkelanjutan yang
disebabkan oleh pandemi Coronavirus, hampir 30 persen orang yang mengikuti
survei di wilayah China, Myanmar, Thailand, Vietnam, dan Amerika Serikat
mengatakan bahwa mereka telah mengurangi konsumsi atau berhenti mengonsumsi satwa
liar sama sekali karena krisis kesehatan.
Khususnya, 28 persen
responden di China mengonsumsi lebih sedikit satwa liar atau sudah berhenti
mengonsumsi satwa liar karena Coronavirus, sedangkan di Thailand meningkat
hampir dua kali lipat (21 persen pada 2020 menjadi 41 persen pada 2021),
Vietnam tetap stabil (41 persen pada tahun 2020 menjadi 39persen pada tahun
2021).
Namun diketahui
sampai saat ini beberapa kelompok masih konsisten mengonsumsi satwa liar,
dimana 9persen responden di kelima negara tersebut masih memiliki niatan untuk
membeli produk satwa liar di masa depan.
Penilaian
tersebut di atas merupakan bagian dari survei yang dilakukan oleh GlobeScan
untuk WWF yang dikeluarkan pada 24 Mei 2021 dalam sebuah laporan baru berjudul,
'Coronavirus: One Year Later: Public
Perceptions about Pandemics and their Links to Nature’.
Studi ini
dipublikasikan setelah studi awal yang dilakukan setahun yang lalu untuk
memperdalam pemahaman tentang sikap dan perilaku publik dalam menangani pandemi
di masa depan.
Dengan
investigasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini yang merujuk bahwa
satwa liar sebagai kemungkinan sumber pandemi, survei tahun ini menemukan bahwa
dukungan kuat di kelima negara untuk mendukung upaya pemerintah untuk menutup
pasar yang memiliki risiko tinggi dalam perdagangan satwa liar (85 persen) dan
menghentikan deforestasi (88 persen), sebagai penyebab utama wabah
penyakit yang bersumber dari satwa liar
(zoonosis).
Lebih dari satu
tahun setelah wabah Coronavirus, data menunjukkan bahwa interaksi manusia
dengan hewan liar sangat berisiko, dan hal tersebut berkaitan erat dengan
deforestasi dan tingginya perdagangan satwa liar, di mana dapat menimbulkan
wabah penyakit yang serius, bahkan 46 persen responden dari keseluruhan
menyatakan bahwa penularan penyakit dari hewan ke manusia adalah akar penyebab
yang paling mungkin memicu pandemi di masa depan.
Mayoritas
responden yang mengikuti survei percaya bahwa mencegah pandemi di masa depan
dapat dilakukan dengan mengatasi akar penyebab, termasuk perdagangan satwa liar
yang berisiko tinggi dan penggundulan hutan.
Empat dari lima
orang responden mendukung tindakan pemerintah untuk mengatasi ancaman ini,
sedangkan saat ini belum ada tindakan yang diambil untuk menutup pasar satwa
liar berisiko tinggi, oleh karenanya 79 persen dari seluruh responden di lima
negara mengatakan cukup khawatir bahkan menunjukkan kekhawatiran yang lebih akan adanya wabah serupa.
“Pandemi Coronavirus
telah membawa dampak terhadap aktivitas manusia terhadap alam yang secara
tragis dekat dengan rumah dan keluarga kita, dan orang-orang semakin khawatir
dan mendesak untuk melakukan tindakan: mengatasi penyebab utama wabah zoonosis
dan mengambil pendekatan One Health harus menjadi bagian strategi pencegahan
pandemi global kolektif kami”, menurut Marco Lambertini, Direktur Jenderal, WWF
Internasional, dikutip dari wwf.id pada 27 Mei 2021
“Satu-satunya
cara untuk mencegah pandemi di masa depan adalah dengan mengurangi aktivitas
manusia yang merusak yang mendorong hilangnya alam - seperti penggundulan
hutan, perdagangan satwa liar yang tidak berkelanjutan, dan konsumsi satwa liar
yang berisiko - daripada bereaksi terhadap wabah setelah muncul.
“Pencegahan
pandemi diperkirakan memakan biaya 100 kali lebih murah daripada
menanggulanginya. Pandemi menunjukkan secara jelas bahwa berinvestasi untuk
kesehatan planet dan alam adalah satu-satunya cara untuk menghindari dari
dampak sosial dan ekonomi yang tidak dapat kita tanggung lagi di masa depan,
seperti yang sudah dijelaskan oleh para ilmuwan bahwa kita harus menyeimbangkan
kembali hubungan kita dengan alam, pertanyaannya adalah 'kapan' pandemi
berikutnya akan menyerang, bukan 'bagaimana'”.
Penyebab utama
wabah zoonosis termasuk di antaranya peternakan satwa liar, alih fungsi lahan
yang menyebabkan deforestasi, dan perdagangan satwa liar risiko tinggi, di mana
keseluruhannya memiliki kontribusi dalam mempermudah penyebaran penyakit
seperti Coronavirus, SARS, MERS dan Ebola dengan menempatkan hewan liar lebih
dekat kepada manusia dan hewan peliharaan.
Pemerintah China
mengumumkan larangan konsumsi hewan liar secara luas pada Februari 2020, dan
survei menemukan bahwa di China, menutup pasar satwa liar berisiko tinggi
dipandang sebagai tindakan paling efektif untuk mencegah pandemi (91 persen).
Di Vietnam, di mana
Perdana Menteri juga mengumumkan tindakan melawan perdagangan satwa liar ilegal
tahun lalu, 84 persen responden setuju bahwa menutup pasar satwa liar berisiko
tinggi sangat penting.
Aksi advokasi WWF
Preventing Future Pandemics mendesak pemerintah untuk mengadopsi pendekatan One
Health untuk perdagangan satwa liar berisiko tinggi dan deforestasi.
Organisasi
konservasi juga mendesak para pengambil keputusan untuk melakukan intervensi
yang diperlukan untuk mengatasi penyebab utama wabah zoonosis dalam rencana
pencegahan pandemi mereka.
Menghentikan
deforestasi dan menutup pasar satwa liar yang berisiko, misalnya, membantu
dalam pemulihan populasi satwa liar dan memelihara keanekaragaman hayati lokal
dan global yang secara alami membantu menekan penyebaran penyakit, serta
membantu memastikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
