Advertisement
![]() |
Foto Rehab SMAN 2, Kecamatan Dompu Kabupaten Dompu NTB |
Info720.com Dompu NTB - Kepala Sekolah SMAN 2 Dompu kembali menunjukkan sikap tak kooperatif terhadap upaya konfirmasi publik. Saat hendak dimintai keterangan oleh awak media terkait proyek bernilai 2,3 Miliar rupiah, sang kepala sekolah berdalih sedang "rapat". Namun ironisnya, secara kasat mata ia tampak hanya duduk di ruang kerjanya, di hadapan laptop, tanpa tanda-tanda berlangsungnya pertemuan resmi, Pada Selasa (2/09/2025).
Dalih "rapat" ini jelas patut dipertanyakan. Tidak ada peserta lain, tidak ada suara percakapan aktif, bahkan tidak ada dokumen atau indikator lain yang menguatkan bahwa kegiatan yang disebut sebagai rapat benar-benar sedang berlangsung. Apakah ini bentuk penghindaran terhadap pertanyaan publik yang lebih dalam?
Penolakan ini terjadi di tengah sorotan terhadap proyek “Bantuan Pemerintah Program Revitalisasi SMA” tahun 2025 yang tengah berlangsung di SMAN 2 Dompu. Proyek yang berlokasi di dalam area sekolah tersebut berupa pembangunan ruang administrasi dengan nilai anggaran sebesar Rp620.110.000. Menariknya, proyek ini dilaksanakan secara swa kelola, bukan oleh pihak ketiga, sehingga idealnya pengawasan publik menjadi lebih terbuka dan mudah diakses. Sayangnya, yang terjadi justru sebaliknya.
Karena kepala sekolah menolak memberikan pernyataan, satu-satunya sumber yang berhasil dikonfirmasi adalah Muhammad Sahid, selakuselaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMAN 2 Dompu.
Dalam keterangannya, Sahid membenarkan bahwa hingga kini belum ada papan informasi detail terkait rincian anggaran proyek yang dipasang di area sekolah. Yang tersedia hanya papan umum tanpa rincian penggunaan dana.
Foto pekerjaan proyek samburawut, tidak di pagar untuk menjaga keamanan beik itu
Pekerja maupun siswa yang berkeliaran
Di halaman sekolah.
Mirisnya, ketidakhadiran papan informasi ini tidak dibantah oleh pihak sekolah. Sahid bahkan mengakui hal tersebut dan mengatakan bahwa papan rincian anggaran “akan dipasang nanti”. Pernyataan ini tentu memunculkan pertanyaan serius: mengapa proyek sudah berjalan sementara informasi dasar seperti rincian anggaran belum juga dipublikasikan?
Ketertutupan informasi seperti ini adalah bentuk nyata dari praktik yang tidak sejalan dengan semangat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik. Mengingat proyek ini menggunakan dana pemerintah, publik berhak tahu bagaimana anggaran tersebut digunakan - dari biaya bahan bangunan hingga upah tenaga kerja.
Tindakan kepala sekolah yang menghindar dari konfirmasi semakin mempertegas indikasi lemahnya komitmen terhadap keterbukaan informasi publik. Padahal, sebagai pejabat di institusi pendidikan negeri, transparansi bukanlah pilihan, melainkan kewajiban.
Pihak Dinas Pendidikan dan instansi pengawas lainnya patut segera turun tangan. Jangan sampai anggaran yang seharusnya meningkatkan kualitas layanan pendidikan justru menjadi ladang permainan yang jauh dari prinsip good governance.(Str)